Berhemat di Dapur

“Bu, beli cabe rawit 3rb boleh tak?” tanyaku ragu.
“Yo oleh ae seh, Nak” jawab ibu penjual sambil mengambil salah satu biji timbangan. Lalu dia menimbangkan cabe rawit untukku.

Aku melongo. Kupikir aku bakalan dapat sejumput dua jumput cabe untuk harga 3rb tadi. Ternyata perlu ditimbang segala. Cabenya ayu-ayu pula, koyok sing tuku. Selama ini klo beli cabe pasti nyebut kuantitas. Gabung sama belanjaan lain, totalnya jadi sekian. Jadi nggak pernah tahu harga per itemnya.

“Cabe merahnya 5rb, ya Bu” aku makin percaya diri menyebut rupiah daripada kuantitas.
Kembali ibu itu mengambil salah satu biji timbangan. 5rb dapat lumayan banyak ternyata. Cukuplah buat seminggu. Seringnya cabe di rumah terbuang percuma karena rusak kelamaan ngendon di kulkas. Makanya beli secukupnya saja. Toh pasar kaget cuman sepelemparan tombak dari rumah.

“Paprikanya berapa, Bu?”
“Yang besar 4rb, yang kecil seribu”
“Saya ambil semua, ya Bu”
“Semua, Nak?” tanyanya rada nggak percaya.

Paprika adalah alasan kenapa aku tiap weekend selalu belanja di ibu itu. Biasanya dia bawa paprika dan harganya murah banget. Mungkin paprika reject karena biasanya klo nggak ukurannya yang kecil, atau kulitnya nggak semulus yang dijual di supermarket. Tapi bagaimana pun ukuran dan penampakannya, paprika tetaplah berasa paprika. So kenapa beli yang mahal klo yang murah ada? Seneng banget klo ada stok paprika karena aku suka bikin masakan oriental dan pizza.

Klo di pasar tradisional tersedia bahan-bahan makanan selengkap di supermarket, rasanya sayang banget buat belanja di supermarket. Harganya sudah pasti jauh lebih murah di pasar tradisional. Sekali belanja di pasar tradisional, paling banter habis 250rb sudah bisa untuk stok selama seminggu dengan jumlah anggota keluarga sebanyak 5 orang. Tidak termasuk beras, gula dan telur loh ya. Aku termasuk boros untuk telur dan gula karena sering bikin kue.

Lalu, apakah dengan belanja segitu cuman bisa menyajikan menu-menu yang sangat-sangat sederhana? Nggak juga. Pintar-pintarnya kita dalam menyusun menu saja. Kalo aku biasanya tiap hari berselang seling antara menu sederhana dan menu yang bikin anak-anak berseru “wow!!!”. Alhamdulillah anak-anak tetap enjoy dengan menu-menu yang kusajikan tiap hari.

***

Dian W for Fluffy Sensations

Jelang malam, December 9th, 2018

Advertisement

Food Preparation

Setiap keluarga pasti akan memikirkan food preparation agar kebutuhan makan anggota keluarga bisa terpenuhi dengan baik. Selama ini di kami juga demikian. Sebagai working mom dengan empat anak, dan tanpa khadimat, tentu saja urusan pasokan makanan harus dipikirkan dengan cermat dan cerdas agar efisien. Tapi kadang kita menghadapi kenyataan bahwa apa yang sudah kita lakukan itu hasilnya masih belum memuaskan. Disitulah harus mulai dipikirkan untuk improve food preparation kita agar lebih baik.

Mulai deh nyari-nyari referensi bagaimana caranya arrange food preparation yang lebih baik lagi. Banyak dapat referensi dari youtube. Intinya sih akan lebih efisien jika kita udah mempersiapkan bahan-bahan untuk menu harian, dengan sedetil-detilnya. Selama ini yang jadi perhatian hanya bahan utama saja. Jadi kalo misalnya besok mau masak sayur lodeh, ya cuman sayurnya aja yang dipersiapkan, bumbunya dibikin dadakan. Padahal nyiapin bawang merah, bawang putih dan lain-lainnya juga makan waktu.

Food Preparation

Akhirnya sekarang mulai dirubah kebiasaannya. Tiap kali habis belanja, sebelum disimpan dalam deep freezer, sudah harus dibungkusin kecil-kecil untuk seporsi masak. Bumbunya juga demikian, langsung dipersiapkan sekalian, baik dalam bentuk utuh untuk nanti diblender atau dalam bentuk rajangan, kemudian dibekukan. So far beberapa hari ini cara tersebut bisa menghemat waktu.

Satu hal lagi yang pengen dihemat waktunya adalah rutunitas bikin kue. Selama ini perlu waktu antara 15 –  30 menit untuk bikin kue. Sekarang sedang uji coba, bikin kue secara maraton di hari libur, dengan jenis kue yang bermacam-macam, untuk kemudian dibekukan. Jadi nanti kalo kue tersebut mau dibawa ke sekolah untuk bekal, tinggal ngeluarin dari freezer.  Ntar kita lihat beberapa hari kedepan, apakah kue tersebut tetap memiliki cita rasa yang sama dengan versi fresh from the ovennya, ketika dikeluarin dari freezer.

Into the depth

Oya…tadi di atas ada disebut deep freezer. Deep freezer itu nama lain dari chest freezer, freezer bukaan atas yang biasanya digunakan untuk jualan es krim dan frozen food. Aku lebih memilih menggunaka deep freezer untuk food preparation daripada kulkas yang umum dipake orang lain. Ntar deh dijelasin alasannya.

So, let’s wait about a couple of days for that frozen cakes to be tested…

***

Dian Widyaningtyas for Fluffy Sensations

Friday, July 7th, 2017